Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

====================================



Gasa

Saturday 24 January 2009

Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional


Menyegarkan Kembali Sisdiknas; Untuk Membangun Civil Society dan Demokrasi

Topik: Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional

Artikel:
Semenjak awal, founding fathers bangsa ini sudah menanamkan semangat, tekad dan political will untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh warga negara, termasuk di dalamnya untuk memperoleh hak pendidikan yang layak dan mumpuni. Cita-cita luhur ini kemudian dituangkan ke dalam rumusan mukaddimah UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadi salah satu dasar negara pada sila ke lima Pancasila, berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan landasan fundamental dan legitimasi konstitusional tersebut, melalui UUSPN nomor 2 tahun 1989, pemerintah selanjutnya lebih memperluas cakupan makna dan muatannya ke dalam rumusan tujuan pendidikan nasional, yaitu: "Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyar akatan dan kebangsaan" (UUSPN Ps. 4).

Landasan konstitusional tersebut, dalam praktiknya, sebagaimana sudah termuat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989, tidak harus melulu ditempuh melalui jalur formal secara berjenjang (hierarchies), yang dilaksanakan mulai dari Pendidikan Pra-Sekolah (PP. No. 27 Tahun 1990), Pendidikan Sekolah Dasar (PP. No. 28 Tahun 1990), Pendidikan Sekolah Menengah (PP. No. 29 Tahun 1990) dan Pendidikan Perguruan Tinggi (PP. No. 30 Tahun 1990), akan tetapi juga mengabsahkan pelaksanaan pendidikan secara non-formal dan in-formal (pendidikan luar sekolah), yang basisnya diperkuat mulai dari pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga-lembaga pendidikan swasta.

Meski SPN (Sistem Pendidikan Nasional) cukup longgar dalam menerapkan peraturan dalam pelaksanaan pendidikan, tapi satu pertanyaan yang barangkali akan membutuhkan kepedulian dan keseriusan dari semua fihak sebagai warga negara adalah, benarkah 'semangat keadilan' (spirit of justice) yang selama ini tertuang dalam UUD '45, sebagai landasan negara dan Sistem perundang-undangan Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sudah terwujud dan dirasakan dampak positifnya bagi semua lapisan masyarakat, tanpa adanya pengaruh dari perbedaan status sosial dan ekonomi? Belum lagi pertanyaan lain; Apakah putra bangsa yang hanya mengenyam pendidikan luar sekolah yang tidak pernah memasuki pendidikan sekolah (formal dan berjenjang) atau bahkan mereka yang sama sekali tidak pernah mengenyam dunia pendidikan, mempunyai kesempatan yang sama untuk memasuki dunia kerja (pasar tenaga kerja)? Seperti besarnya kesempatan saudara-saudara mereka yang secara backgaround status sosial dan ekonominya memungkinkan untuk memasuki pendidikan formal, sehingga mereka mempunyai kesempatan dan akses yang lebih luas untuk memasuki dunia kerja.

Pendidikan: Agenda Prioritas Bangsa
Pada kenyataannya, di tengah masyarakat seringkali terdengar keluhan yang menyayangkan kenapa pendidikan-dalam pengertian formal dan berjenjang-sangat mahal, sehingga sering tidak terjangkau oleh mereka. Akibatnya, tidak banyak anggota masyarakat yang 'beruntung', bisa menikmati jalur pendidikan formal dan dapat mengakses pasar dunia kerja yang semakin kompetitif. Bagi kebanyakan warga masyarakat kita yang status sosial dan ekonominya di bawah garis kemiskinan (baca: menengah ke bawah, terlebih pada level grassroot) pendidikan (sekolah) merupakan barang mahal dan barangkali termasuk barang mewah (tersier, lux). Jangankan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, untuk mencukupi kebutuhan primer pun (sembako) terkadang mereka terpaksa harus gali lobang-tutup lobang, hutang ke sana ke mari, dan tragisnya terkadang hanya bisa makan nasi satu kali dalam sehari.

Narasi penderitaan mayoritas masyarakat bangsa ini, setelah sekian lama bukannya semakin mengindikasikan tanda-tanda perbaikan dan perubahan nasib ke arah yang lebih baik, malah dalam beberapa tahun belakangan mereka semakin terpuruk dan menderita kemiskinan serta kebodohan yang berkepanjangan. Hempasan krisis moneter yang dimulai pada medio akhir 97-an, yang kemudian menggiring bangsa ini ke dalam lembah krisis multidimensional, sangat besar pengaruhnya terhadap semakin menyempitnya ruang kesempatan dan peluang mayoritas masyarakat menengah ke bawah untuk memperoleh pendidikan yang layak dan memadai. Sementara pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara, tanpa adanya pembedaan status sosial dan ekonominya, tanpa memandang apakah dia miskin atau kaya, di desa ataupun di kota serta anak pejabat atau anak gembala sekalipun.

Merangkai sederetan penderitaan sebagaian besar masyarakat, memang tidak pernah akan selesai, malah hanya akan memperpanjang daftar masalah (list problem) bangsa ini, tapi belum tentu akan-dengan serta-merta-dapat menyelesaikan persoalan. Namun demikian, kepedulian terhadap realitas kebangsaan, terutama mengenai keterpurukan dunia pendidikan, setidaknya akan menyembulkan kesadaran bagi semua elemen bangsa, bahwa betapa agenda kebangsaan terakbar saat ini lokusnya terletak pada dunia pendidikan. Selanjutnya dengan modal kesadaran ini, semua elemen bangsa seharusnya mulai lebih serius untuk mencari problem solving-nya.

Mengatakan bahwa agenda kebangsaan terakbar terlertak pada pendidikan, bukanlah sesuatu yang tanpa alasan atau mengada-ada, melainkan didasarkan pada fakta bahwa seluruh sektor kehidupan bangsa merupakan concern sumber daya manusia (human resource) yang dihasilkan dari ouput dunia pendidikan. Ini artinya, bahwa bagaimanapun juga-disadari atau pun tidak- hanya melalui pintu atau saluran pendidikan lah bangsa kita diharapkan dapat bangkit dari keterpurukan krisis multidimensional, dan kemudian menata ulang (redesaigning) rancang-bangun kehidupan berbangsa, membangun karakter bangsa (character building) atas dasar kearifan dan identitas tradisi lokal dan melanjutkan estafet pembangunan bangsa (nation building), terlebih di era globalisasi yang menunjukkan semakin ketatnya kompetisi negara-negara di seluruh dunia.

Pendidikan: Modal Utama dalam Era Kompetisi Global
Globalisasi memprasyaratkan persiapan sumber daya manusia yang berkualitas (qualified human resource), tentunya dengan tingkat penguasaan sains dan tekhnologi yang mumpuni, terutama tekhnologi komunikasi, dan dengan pembekalan basic moralitas yang tergali dari kearifan tradisi-kultural dan nilai-nilai doktrinal agama yang kuat.

Tanpa itu semua, kehadiran bangsa kita yang sudah nyata-nyata berada di tengah pentas kompetisi global, hanya sekedar akan semakin menyengsarakan masyarakat lokal (nasional) dan menempatkan bangsa kita pada wilayah pinggiran (peripheral), hanya menjadi penonton dari hiruk-pikuknya percaturan negara-negara secara global di berbagai dimensi kehidupan. Lebih dari itu, ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan ekses negatif yang tidak sedikit jumlahnya bagi seluruh masyarakat, baik secara politik, ekonomi maupun budaya. Di sinilah, sekali lagi, bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk diperbaiki seoptimal mungkin.

Pendidikan merupakan bentuk dari investasi jangka panjang (long-term investmen), yaitu dengan mempersiapkan SDM yang berkualitas melalui saluran pendidikan. Artinya, untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas di masa depan, sudah barang tentu masyarakat harus melakukan investasi sebesar-besarnya untuk peningkatan kualitas (proses dan hasil) dunia pendidikan.

Untuk berpartisipasi dalam berinvestasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan, tentu membutuhkan pengeluaran dana (finance) yang tidak sedikit, sedangkan sebagian besar masyarakat kita, mayoritas masyarakat yang secara ekonomi dalam kategori menengah ke bawah, sehingga tidak memungkinkan untuk diharapkan kontribusinya secara maksimal. Lantas kalau sudah demikian, apa yang paling memungkinkan yang bisa kita perbuat untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa, mencetak SDM yang berkualitas dan memperkuat basis moral dan agama warga negara, terutama generasi mudanya, dalam kondisi yang sangat menyulitkan ini (krisis multidimensional) ?

Memperkuat Basis Civil Society dan Demokratisasi di Indonesia Melalui Dunia Pendidikan
Siapapun akan mengerutkan dahi, dipusingkan, ketika menyadari problem sebesar ini. Namun sebesar apapun masalah, bukan berarti tak ada penyelesaiannya. Pendidikan merupakan masalah bangsa, yang itu berarti menyangkut kepentingan seluruh elemen bangsa. Untuk menyelesaikan masalah bangsa, tentu saja membutuhkan keterlibatan, partisipasi aktif, dan keseriusan dari semua elemen bangsa. Demikian pula dengan problem keterpurukan pendidikan nasional, yang di dalamnya memuat upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, penanaman nilai-nilai (internalizing of values), serta moralalitas yang baik seluruh masyarakat Indonesia.

Pendidikan dengan demikian merupakan agenda besar yang tidak saja menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya, melainkan pekerjaan yang membutuhkan keterlibatan dan partisipasi aktif dari semua elemen bangsa, tanpa terkecuali. Meski begitu, tidak kemudian masing-masing elemen bangsa dapat mengerjakan sendiri-sendiri secara terpisah (particular) dan terpe ncar (sporadic), justru pada saat seperti ini perlu adanya kerjasama, baik antar-elemen maupun antara elemen bangsa dengan pemerintah.

Pola kerja seperti ini kemudian meniscayakan adanya emansipasi, dan partisipasi aktif masyarakat yang lebih bersifat buttom-up (dari bawah ke atas), daripada yang berpola top-down (dari atas ke bawah) dan over-sentralistik, seperti yang pernah diterapkan pada zaman Orde Baru. Di samping itu, pola emansipatoris dalam menyelesaikan persoalan di seputar dunia pendidikan, membawa aura demokrasi dan mengindikasikan semakin menguatnya bangunan masyarakat sipil (civil society) di Indonesia.

Emansipasi dunia pendidikan, terlihat menemukan momentum yang tepat di Indonesia, terutama pasca lengsernya rezim Orde Baru yang selama lebih dari tiga dasawarsa berkuasa, pada kurun waktu '98-an. Praktis setelah itu, tuntutan perubahan yang datang dari masyarakat melalui saluran aksi demonstrasi mahasiswa dan NGO's tidak bisa terbendung lagi. Mencairnya kebekuan sistemik ototitarian dan terbukanya kran demokrasi di Indonesia, banyak berpengaruh terhadap adanya perubahan di berbagai sektor kehidupan di Indonesia, terutama mengenai perubahan revolusioner sistem pemerintahan, dari yang berkarakter sentralistik-otoritarian, menjadi desentralistik-demokratis.

Perubahan yang sangat vital dan fundamental dari kehidupan berbangsa ini, kemudian pada gilirannya berpenetrasi (baca: mengalami perembesan) terhadap dunia pendidikan, sehingga semakin memunculkan warna yang berbeda dengan sebelumnya. Pada lokus inilah, nampaknya dunia pendidikan kita mulai mempertimbangkan penerapan konsep 'education based community' (konsep pendidikan berbasis komunitas-masyarakat). Prof. DR. Abdul Malik Fadjar, M.Sc (menteri Pendidikan Nasional) dalam hal ini melihat adanya indikasi positif dari penerapan konsep ini. Beliau menegaskan bahwa, pendidikan berbasis masyarakat mempunyai platform dasar penguatan sistem pendidikan di masyarakat dengan serangkaian agenda, yaitu: Pertama, memobilisasi sumber daya setempat dan dari luar guna meningkatkan peranan masyarakat untuk mengambil bagian yang lebih besar dalam perencanaan, implementasi, evaluasi penyelenggaraan pendidikan di semua jalur, jenjang, jenis dan satuan masyarakat.

Kedua, menstimulasi perubahan s ikap dan persepsi masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, dengan cara ikut bertanggung jawab melalui kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima keragaman sosial-budaya. Ketiga, mendukung masyarakat untuk mengambil peran yang jelas dalam pendidikan, terutama orang tua dalam paket kebijakan desentralisasi. Keempat, mendorong peran masyarakat dalam mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi, mempertegas peran sekolah, meningkatkan mutu, dan relevansi, efisiensi manajemen pendidikan serta membuka kesempatan sekolah yang lebih besar demi program wajib belajar (Wajar) sembilan tahun pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. (dalam Ibtisam Abu-Duhou, 2002).

Dengan menyadari betapa beratnya tantangan dunia pendidikan di tengah era otonomi daerah dan era globalisasi, nampaknya konsep 'education based community' yang juga parallel dengan konsep 'school based management' (manajemen berbasis sekolah), setidaknya memberi angin segar bagi sistem pendidikan nasional untuk dapat selalu beradaptasi dengan dinamika perkembangan masyarakat yang semakin kompleks dan penuh dengan pelbagai tantangan ini. Dan barangkali kita semua berharap besar, bahwa RUU Sistem Pendidikan Nasional yang sudah dirumuskan, betul-betul membawa semangat pemberdayaan masyarakat, kesetaraan, persamaan kesempatan, keadilan dan berorientasi masa depan, tentunya untuk membangun bangsa agar lebih baik di masa yang akan datang. Semoga !


* Penulis adalah Mahasiswa Program Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta; Staff Litbang CECDeS (Centre of Education and Community Development Study) Jakarta
* Alamat: Jl. ASPI UIN Jakarta Rt. 003 Rw. 08 No. 98 Desa/ Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Kab. Tangerang 15419

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Agenda Reformasi Sistem Pendidikan NasionalSocialTwist Tell-a-Friend

Hakikat Pendidikan


Hakikat Pendidikan

Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan?

Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.

Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.

Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan kata mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa.

(1) tentang cerdas
Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya.

(2) tentang hidup
Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup.

(3) tentang bangsa
Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar? tidak lain adalah individu sebangsa.

inilah sekelumit tulisan yang saya jadikan pokok pemikiran buat apa itu hakikat pendidikan sebenarnya.

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Hakikat PendidikanSocialTwist Tell-a-Friend

Diskriminasi Pendidikan


Diskriminasi Pendidikan

Diambil dari pendidikanmurah
-------------------------------------
Rasa-rasanya rasa muakku sudah sampai pada puncaknya.

Setelah membaca rubrik Humaniora di harianKompas edisi hari ini, aku menjadi semakin jengkelsaja dengan kebijakan sistem pendidikan di Indonesia yang kian lama kian wagu saja. Akhir-akhir ini rubrik Humaniora Kompas memang banyak menyoroti tentang kondisi pendidikan di Indonesia. Diawali dengan pemberitaan mengenai ide cemerlang dari salah seorang ketua RW di salah satu desa di Sala Tiga yang dengan kreatifnya menggagas sebuah sekolah alternatif untuk siswa SLTP dengan konsep sekolah terbukanya sampai pada kegilaan mungkin lebih tepat jika disebut kebodohan dari pemerintah mengenai rancangan sistem jalur pendidikan yang baru.

Dalam sistem pendidikan yang baru ini pemerintah akan membagi jalur pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu.

Dengan kata lain jalur formal mandiri adalah jalur bagi siswa kaya sedangkan jalur formal standar adalah jalur bagi siswa miskin. Konyol memang. Aku sampai tidak habis pikir bisa-bisanya pendidikan dikotak-kotakkan berdasarkan tingkat fianansial dari peserta didik. Dalam hal ini, pemerintah berdalih bahwa pada jalur formal mandiri akan disediakan beasiswa bagi siswa yang kurang mampu miskin agar dapat menuntut ilmu pada jalur ini. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah Berapa banyak sich beasiswa yang disediakan?.

Pemerintah sendiri menyatakan bahwa setidaknya akan ada lima persen siswa miskin yang bersekolah di setiap sekolah yang menyelenggarakan jalur formal mandiri. Menurut ku ini juga merupakan salah satu bentuk kebodohan yang lain. Coba saja kita bayangkan seandainya ada seorang siswa miskin yang memperoleh beasiswa untuk bersekolah di jalur formal mandiri yang nota bene tempat sekolahnya siswa kaya. Bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi minder dan rendah diri. Ketika teman-temannya selalu mengenakan seragam yang bersih dan tersetrika dengan rapi dengan menggunakan pelembut dan pewangi pakaian sedangakan siswa miskin ini hanya mampu mengenakan seragam bekas alias hibahan dari tetangganya, bukankah kondisi seperti ini malah menjadikan siswa miskin ini menjadi objek tontonan bagi siswa-siswa kaya?

Apakah pembagian jalur pendidikan ini merupakan salah satu misi pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa?

Menurutku, pendidikan adalah satu-satunya jalan bagi bangsa kita dalam mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Aku cukup salut dengan pemerintah Kamboja dan Thailand yang mulai berbenah diri dengan berfokus pada pendidikan warga negaranya. Kedua negara ini mulai merintis pendidikan gratis bagi warga nya. Pemerintah Kamboja sendiri mulai mengalihkan sembilan belas persen dari total anggarannya yang biasanya digunakan sebagai angaran militer untuk mendukung pengembangan pendidikan.

Lantas bagai mana dengan visi dan misi pendidikan di Indonesia? Mau dibawa ke mana pendidikan di Negara kita? Apakah pendidikan sudah menjadi barang dagangan yang nantinya menghasilkan outputan berupa selembar sertifikat dan ijazah bukannya keahlian dan daya analitis? Dan apakah pendidikan hanya menjadi milik dan hak orang kaya saja?

Apakah memang orang miskin dilarang sekolah?

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Diskriminasi PendidikanSocialTwist Tell-a-Friend

Kapitalisme Pendidikan


Kapitalisme Pendidikan

Sudah rahasia umum jika pendidikan sekarang sangat mahal. Yah seperti kata buku, orang miskin dilarang sekolah! Memprihatinkan, tapi itulah kenyataannya. Masuk TK saja bisa mencapai ratusan ribu maupun jutaan rupiah, belum lagi kalo masuk SD-SMP-SMA-Universitas yang favorit. Kalau dihitung, seseorang yang masuk TK sampai dengan universitas yang favorit akan menghabiskan 100 juta lebih. Wow!
Sekolah memang harus mahal, itulah stigma yang tertanam di benak sebagian orang, dari orang awam dan bahkan sampai beberapa pejabat depdiknas. benarkah demikian??? Itu adalah omongan sesat, mereka yang bicara ngelantur begitu sudah pasti tidak pernah lihat kondisi luar. Malaysia, Jerman, bahkan Kuba sekalipun bisa membuat pendidikannya sangat murah dan dapat diaksese oleh sebagian besar lapisan masyarakatnya.

Pendidikan yang kapitalistik sekarang ini, yang bertujuan bisnislah yang membuat biaya-biaya membengkak. Pendidikan diserahkan sebagian kontolnya kepada swasta karena pemerintah yang kurang becus. Ada baiknya swasta ikut mengatur pendidikan sehingga masyarakat pun bisa berperan dalam lembaga pendidikan, tapi walau bagaimanapun ini bukan berarti bahwa pemerintah lepas tangan begitu saja. Ya, kan???

Pendidikan instan ala swasta yang mementingkan bisnis kjadi masalah besar buat dunia pendidikan. kadang terbaca di iklan-iklan, lembaga pendidikan yang menawarkan lulus cepat+absen tidak dihitung+dapat ijazah+dll. Sepertinya, yang penting bagi pendidikan hanyalah dapat ijazah buat kerja saja. Padahal pendidikan ditujukan untuk membangun moral individu dan tingkat pengetahuannya.
Lalu bagaimana caranya agar pendidikan bisa murah?? Wah, ini bukan persoalan gampang,dan jelas butuh pemikiran mendalam. Biar dipikir dan merenung dahulu. Tidak dituliskan disini, karena bakal sangat panjang juga.

===

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Kapitalisme PendidikanSocialTwist Tell-a-Friend

Guru, elemen yang terlupakan


Guru, elemen yang terlupakan

Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru...yang katanya lebih oke lah, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.

Di balik perubahan kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya, ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu pembenahan. Kenapa hal itu terjadi? Tak lain tak bukan karena kurang pelatihan skill, kurangnya pembinaan terhadap kurikulum baru, dan kurangnya gaji. Masih banyak guru honorer yang kembang kempis ngurusin asap dapur rumahnya agar terus menyala.

Guru, digugu dan ditiru....Masihkah? atau hanya slogan klise yang sudah kuno. Murid saja sedikit yang menghargai gurunya...sedemikian juga pemerintah. banyak yang memandang rendah terhadap guru, sehingga orang pun tidak termotivasi menjadi guru. Padahal, tanpa sosok Oemar Bakri ini, tak bakal ada yang namanya Habibi.


pendidikanindonesia.blogspot.com/

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Guru, elemen yang terlupakanSocialTwist Tell-a-Friend

Guru, elemen yang terlupakan

Guru, elemen yang terlupakan

Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru...yang katanya lebih oke lah, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.

Di balik perubahan kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya, ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu pembenahan. Kenapa hal itu terjadi? Tak lain tak bukan karena kurang pelatihan skill, kurangnya pembinaan terhadap kurikulum baru, dan kurangnya gaji. Masih banyak guru honorer yang kembang kempis ngurusin asap dapur rumahnya agar terus menyala.

Guru, digugu dan ditiru....Masihkah? atau hanya slogan klise yang sudah kuno. Murid saja sedikit yang menghargai gurunya...sedemikian juga pemerintah. banyak yang memandang rendah terhadap guru, sehingga orang pun tidak termotivasi menjadi guru. Padahal, tanpa sosok Oemar Bakri ini, tak bakal ada yang namanya Habibi.


pendidikanindonesia.blogspot.com/

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Guru, elemen yang terlupakanSocialTwist Tell-a-Friend

Korupsi Pendidikan sangat Merugikan Bangsa


Korupsi Pendidikan sangat Merugikan Bangsa

YOGYAKARTA;
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Jusuf Kalla Kalla menegaskan, korupsi yang terbesar di negeri ini justru dilakukan oleh kalangan pendidikan.

Korupsi dunia pendidikan itu berbentuk pengatrolan nilai dari oknum pendidik, untuk meluluskan peserta didiknya. Pada Rakernas Perguruan Tinggi se-Indonesia di Yogyakarta, Kamis (27/3), Menko Kesra mengatakan, selama ini kalangan pendidik akan sangat bangga jika anak didiknya dapat lulus 100%. \"Akibatnya sangat buruk, anak-anak menjadi merasa bahwa belajar itu tidak perlu.\"

Dia menjelaskan, sekarang ini kalangan pejabat, termasuk mereka yang duduk di dunia pendidikan, harus bisa tegas tidak meluluskan anak yang tidak pantas untuk naik kelas atau tidak pantas lulus karena nilainya memang kurang mencukupi. \"Bahkan perlu kita menertawakan sekolah-sekolah yang masih bangga dengan keberhasilannya meluluskan 100% anak didiknya.\"

Pengatrolan nilai demi angka kelulusan semacam ini harus segera dihilangkan. Sebab menurut Menko, hal ini akan berakibat fatal, yaitu pembodohan dan menimbulkan kemalasan peserta didik.

Pengawasan BBM

Pada kesempatan yang sama, Menko Kesra menandatangani kerja sama dengan 35 perguruan tinggi di Indonesia, untuk terlibat melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PKPS BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakan Minyak), yang akan dilaksanakan 2003 ini di sejumlah daerah.

Beberapa waktu lalu pihak Menko Kesra sudah meminta kesediaan kalangan perguruan tinggi untuk membantu mengawasi pelaksanaan PKPS BBM, demi mencegah kebocoran dan penyalahgunaan dana.

Ketua Pelaksana Koordinasi Sosialisasi dan Pemantauan PKPS BBM Kantor Menko Kesra Soedjono Poerwaningrat mengatakan, pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi, berbeda dengan pemantauan yang dilakukan oleh unsur pemerintahan.

Ia mengatakan, pemantauan yang dilakukan oleh perguruan tinggi itu antara lain berupa sejauh mana pelaksanaan PKPS BBM berlangsung, sesuai dengan ketentuan sasaran yang dituju, jumlah dan mutu, serta waktu yang ditetapkan.

\"Selain itu pihak perguruan tinggi akan menganalisis faktor penyebab bila terjadi ketidaktepatan, melakukan kajian evaluatif tentang efektivitas program, dan memberikan umpan balik kepada penyelenggara PKPS BBM tentang masalah, hambatan penyaluran kompensasi serta upaya perbaikan yang dapat ditempuh selama pelaksanaan program itu,\" jelasnya.

Disebutkan, selama tiga tahun terakhir ini dana PKPS BBM terus mengalami kenaikan. \"Pada 2000 lalu sebesar Rp800 miliar, pada 2001 menjadi Rp2,2 triliun, 2002 menjadi Rp2,8 triliun, dan pada 2003 ini dialokasikan sebesar Rp4,4 triliun.\"

Menurut Soedjono, tujuan program tersebut adalah untuk meringankan beban pengeluaran masyarakat khususnya yang tidak mampu, dengan kompensasi yang meliputi beras murah, bantuan pendidikan umum dan pendidikan agama, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan bahan makanan untuk panti sosial, bantuan alat kontrasepsi, bantuan transportasi, pemberdayaan masyarakat pesisir, dana bergulir, dan penanggulangan pengangguran.

Perguruan tinggi yang terlibat dalam kerja sama pengawasan ini antara lain Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Haluoleo, dan lain-lain. (media)




Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Korupsi Pendidikan sangat Merugikan BangsaSocialTwist Tell-a-Friend

Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru


Tahun 2020 Indonesia Kehabisan Guru

Topik: Kebijakan Pendidikan

Artikel:
Hari-hari terakhir ini sedang gencar ditayangkan dua iklan layanan masyarakat di setasiun-stasiun televisi, baik TVRI maupun stasiun televisi swasta. Iklan yang satu berisi pesan tentang anak asuh dan yang lain melukiskan kekurangan guru di negeri kita tercinta ini. Walaupun hanya berdurasi beberapa detik, kedua iklan ini cukup mengundang perhatian, terutama iklan yang disebutkan terakhir.

Kekurangan guru. Sungguh sebuah realitas potret pendidikan kita (salah satu sisi) yang sangat menyedihkan. Betapa tidak, pendidikan adalah modal utama terciptanya kemajuan peradaban sebuah bangsa. Di pihak lain, guru sebagai tenaga profesional di bidang ini justru jumlahnya semakin langka.

Lalu, apa jadinya jika pada tahun-tahun mendatang tidak mudah dijumpai sosok guru? Barangkali Anda semua sudah tahu jawabannya. Sudah pasti peradapan kebudayaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini semakin parah daripada kondisi sekarang. Mengapa sampai terjadi kondisi seperti ini?

KILAS BALIK
Keadaan pendidikan seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya tentu tidak terjadi bagitu saja. Hal itu pasti ada pemicunya. Penyebab kekeurangan guru yang akan saya paparkan di sini bukan berasal dari hasil penelitian mendalam, tetapi sekadar pengamatan sekilas dan dugaan. Penyebab penurunan jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini guru, akhir-akhir adalah ditutupnya lembaga-lembaga pendidikan keguruan.

Pada paruh pertama tahun 1990-an semua Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) ditutup. Penutupan lembaga pendidikan tersebut beralasan bahwa jenjang pendidikan dasar sudah tidak layak lagi diajar oleh guru-guru tamatan SPG yang notabene hanya berjenjang pendidikan menengah. Sebagai gantinya dibukalah Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Selain itu, sebelum penutupan lembaga-lembaga pendidikan keguruan itu didahului dengan lahirnya sebuah kebijakan yang menetapkan bahwa lulusan SPG tidak otomatis atau langsung diangkat sebagai pegawai negeri, kecualai beberapa orang siswa berprestasi pada tiap angkatan. Akibatnya, banyak lulusan SPG yang beralih ke profesi lain, misalnya pekerja pabrik atau tambak. Fakta seperti ini sangat disayangkan karena para siswa SPG adalah siswa pilihan. Lulusan SLTP yang dapat diterima di SPG adalah siswa yang mempunyai NEM minimum 42,00 dan harus melalui ujian saringan yang bertahap-tahap. Hal itu menunjukkan bahwa yang dapat d iterima di SPG adalah manusia-manusia cerdas dan pilihan. Jadi, mereka sebenarnya adalah tenaga-tenaga potensial.

Berikutnya, menjelang akhir tahun 2000, semua IKIP di Indonesia berubah menjadi universitas meskipun masih ada beberapa STKIP dan FKIP di universitas-universitas. Perubahan status ini tentunya diikuti juga perubahan visi dan misi. Semula berstatus Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK)sebagai pencetak tenaga-tenaga pendidik profesional berubah menjadi universitas yang mencetak sarjana-sarjana ilmu murni. Barangkali kebijakan ini bertujuan untuk mencapai target sarjana-sarjana andal di bidang IPTEK dalam rangka menyongsong lahirnya Negara Indonesia sebagai negara maju berbasis teknologi. Obsesi seperti ini sangat bagus. Akan tetapi, penyakit latah bangsa Indonesia ini sukar sekali hilang. Artinya, pada waktu kibijakan perubahan status IKIP menjadi universitas itu disetujui, seharusnya beberapa IKIP di Jawa, Sumatera dan Sulawesi yang sudah berkualitas tetap dipertahankan. Dengan demikian, jumlah guru nantinya tetap tercukupi karena sampai kapan pun sektor pendidikan di sebu ah bangsa tidak akan ditutup. Hal itu berarti bahwa sampai kapan pun tenaga guru masih dibutuhkan.

APA SOLUSINYA
Kekurangan guru, seperti diilustrasikan dalam iklan layanan masyarakat di televisi, baru terjadi pada jenjang pendidikan dasar. Apabila diamati, fenomena ini cukup realistis menggingat penutupan SPG dan PGA sudah hampir sepuluh tahun yang lalu. Lulusan PGSD pun tidak semuanya dapat diterima sebagai pegawai negeri. Sementara itu, pada jenjang pendidikan menengah fenomena kekurangan guru masih belum terasakan. Hal itu wajar karena penutupan IKIP-IKIP baru dua tiga tahun terakhir. BISAKAH ANDA BAYANGKAN PADA TAHUN 2020 MENDATANG?

Untuk mengatasi persoalan kekurangan guru pada jenjang pendidikan dasar, barangkali buah pikiran saya ini dapat dijadikan bahan diskusi. Setelah kebijakan yang menghentikan pengangkatan tenaga guru sekolah dasar (SD), banyak lulusan SPG atau PGA beralih profesi ke bidang lain. Hal itu seharusnya tidak boleh terjadi mengingat mereka adalah tenaga-tenaga pilihan. Ditambah lagi oleh sistem penerimaan mahasiswa PGSD. Dari awal dibukanya, PGSD menerima mahasiswa dari lulusan SMA. Materi soal tesnya pun disesuaikan dengan standar pengajaran di SLTA umum. Tentu saja hal ini merupakan kendala bagi lulusan SPG atau PGA untuk bersaing dengan lulusan SMA karena materi yang diajarkan di SLTA umum dan kejuruan sudah barang tentu berbeda. Akhirnya, para lulusasan SPG jarang yang diterima.

Pada saat perekrutan mahasiswa PGSD seharusnya yang diutamakan terlebih dahulu adalah lulusan SPG atau PGA. Baru kemudian setelah semua lulusan SPG atau PGA ini sudah habis, perekrutan dibuka untuk lulusan SMA.

Akhirnya, untuk mengatasi persoalan kekurangan guru SD, mengapa tidak dicoba untuk memanggil kembali lulusan SPG dan PGA yang belum sempat diterima sebagai guru negeri? Beri mereka beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di PGSD atau STKIP. Setelah lulus langsung diangkat sebagai tenaga guru negeri.

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Tahun 2020 Indonesia Kehabisan GuruSocialTwist Tell-a-Friend

Pendidikan Nasional Yang Bermoral


PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
Topik: Pendidikan Nasional

Artikel: Oleh Amirul Mukminin

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.

Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?

Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.

PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.

Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).

Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.

Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.

Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.

Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.

Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.

Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?

Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.

Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.

Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.

PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.

Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.

Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?

Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.

Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.

Amirul Mukminin
Staf Pengajar UPT - Kebahasaan UNJA /ASM Jambi,
Manejer LPK Bahasa Inggris -MEC di Jambi

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Pendidikan Nasional Yang BermoralSocialTwist Tell-a-Friend

Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang


Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang
Oleh : Nurkolis
======
Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).

Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Nilai

Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.

Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Fungsi

Non Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).

Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.

Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional atau regional.

Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong untuk maju dan terus belajar.

Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.

Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.

Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.

Bila demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan bersama.
Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya di Jakarta.


Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Pendidikan sebagai Investasi Jangka PanjangSocialTwist Tell-a-Friend

Pendekatan Pembelajaran Kontekstual


Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Oleh : Susento dan M. Andy Rudhito
Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
==========
Apa yang dimaksud pendekatan pembelajaran kontekstual?
Pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning / CTL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Mengapa diperlukan pendekatan pembelajaran kontekstual?
Perlunya pendekatan pembelajaran kontekstual didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi siswa mengkonstruksi atau menyusun pengetahuan di benaknya sendiri.
2. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri dalam pikiran pola-pola bermakna dari informasi baru yang ditangkapnya.
3. Pengetahuan yang dimiliki seseorang terorganisasi dan mencerminkan pemahaman mendalam tentang suatu persoalan.
4. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisah menjadi kepingan-kepingan fakta atau pernyataan yang berdiri sendiri satu sama lain, tetapi merupakan suatu kebulatan yang terkait dengan situasi.
5. Seseorang mempunyai tingkatan, kedalaman, atau keluasan yang berbeda dalam menyikapi suatu hal baru.
6. Seseorang mempunyai kecenderungan untuk menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan dia akan menggeluti apa yang berguna itu.

Bagaimana cara melaksanakan pendekatan pembelajaran kontekstual?
Pendekatan pembelajaran kontekstual dilaksanakan oleh guru melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Kegiatan mengkonstruksi pengetahuan:
a. Menciptakan lingkungan, sarana, dan bahan yang memungkinkan siswa sebanyak mungkin belajar sendiri di bawah bimbingan guru.
b. Memberi siswa pengalaman nyata yang melibatkan mereka secara aktif.
2. Kegiatan penyelidikan (inquiry):
a. Mendorong siswa untuk menemukan, merumuskan dan menganalisis (mengolah) masalah.
b. Memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk menyajikan atau mengkomunikasikan hasil belajar melalui berbagai cara seperti tulisan, gambar, laporan, bagan, dan tabel.
3. Kegiatan bertanya:
a. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa.
b. Membangkitkan minat siswa untuk bertanya mengenai masalah yang dihadapi atau bahan yang dipelajari..
4. Kegiatan komunitas belajar (learning community):
a. Menciptakan suasana diskusi antar siswa.
b. Mendorong siswa menggunakan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar mereka masing-masing.
5. Kegiatan pemodelan:
a. Menampilkan lebih dari satu macam model cara mengerjakan/menemukan sesuatu, sehingga siswa dapat memahami, membandingkan, atau menemukan alternatif.
b. Menunjukkan contoh orang atau karya orang.
6. Kegiatan refleksi (merenungkan kembali):
a. Menyediakan waktu agar siswa mempunyai kesempatan untuk refleksi tentang proses atau hasil belajar.
b. Memandu siswa melakukan refleksi melalui pertanyaan-pertanyaan bantuan.
7. Kegiatan penilaian otentik (penilaian berdasarkan aktivitas nyata yang dilakukan siswa):
a. Menilai kinerja (unjuk-kerja / performance) siswa.
b. Mengobservasi (mengamati) pengaruh kegiatan pembelajaran yang sedang/telah dilaksanakan terhadap perilaku dan sikap siswa.
c. Menilai portofolio siswa. Portofolio adalah kumpulan karya siswa selama jangka waktu tertentu, yang menggambarkan ketrampilan, gagasan, minat, dan prestasi siswa, yang wujudnya berupa tulisan, gambar, benda, atau model fisik.
d. Mencermati jurnal siswa. Jurnal adalah ungkapan hasil refleksi pribadi siswa mengenai proses dan hasil belajarnya, yang dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar, dan bentuk lainnya.



Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Pendekatan Pembelajaran KontekstualSocialTwist Tell-a-Friend

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah

Oleh : Susento dan M. Andy Rudhito
Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
============
Apa yang dimaksud pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

Mengapa diperlukan pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
2. Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.
3. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.
4. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian pengalaman pemecahan masalah realistik yang di dalamnya si pelajar secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.

Bagaimana cara melaksanakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan:
Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran.
2. Orientasi (pengenalan):
a. Menyajikan masalah di kelas.
b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.
3. Eksplorasi (penjelajahan):
Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.
4. Negosiasi (perundingan):
Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas.
5. Integrasi (pemaduan):
a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.
c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.



Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Pendekatan Pembelajaran Berbasis MasalahSocialTwist Tell-a-Friend

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah


Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah

Oleh : Susento dan M. Andy Rudhito
Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
============
Apa yang dimaksud pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).

Mengapa diperlukan pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
2. Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.
3. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa sebenarnya manfaat mempelajarinya, dan masalah apa sajakah yang dapat dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.
4. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian pengalaman pemecahan masalah realistik yang di dalamnya si pelajar secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.

Bagaimana cara melaksanakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan:
Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran.
2. Orientasi (pengenalan):
a. Menyajikan masalah di kelas.
b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.
3. Eksplorasi (penjelajahan):
Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.
4. Negosiasi (perundingan):
Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas.
5. Integrasi (pemaduan):
a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.
c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.



Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Pendekatan Pembelajaran Berbasis MasalahSocialTwist Tell-a-Friend

Pendekatan Pembelajaran Kooperatif


Oleh : Susento dan M. Andy Rudhito
Pendidikan Matematika
FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Apa yang dimaksud pendekatan pembelajaran kooperatif?
Pendekatan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru memanfaatkan kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja bersama untuk mencapai sasaran belajar, dan memungkinkan siswa memaksimalkan proses belajar satu sama lain.

Mengapa diperlukan pendekatan pembelajaran kooperatif?
Perlunya pendekatan pembelajaran kooperatif didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
1. Siswa berbeda satu sama lain. Masing-masing memiliki latar belakang, pengalaman, gaya belajar (learning style), prestasi, dan keinginan/kehendak yang khas. Guru tidak boleh menganggap kelas sebagai kumpulan siswa yang seragam. Namun di lain pihak, guru juga tidak mungkin memperhatikan kekhasan siswa satu demi satu.
2. Belajar membutuhkan bermacam-macam konteks. Dengan bekerja bersama, tiap-tiap anggota kelompok memberi sumbangan sesuai dengan konteks yang dikenalnya masing-masing.
3. Belajar bukan hanya terjadi dalam diri seseorang secara individual tetapi lebih-lebih merupakan proses sosial antara individu dengan orang-orang lain.
4. Hubungan saling-bergantung secara sosial (social interdependence) di antara orang-orang yang berinteraksi mempengaruhi hasil interaksi di antara mereka..
5. Sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills), kecakapan interpersonal siswa perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran. Kerja bersama dalam kelompok kecil melatih kecakapan interpersonal dan sekaligus menjadi sarana pencapaian hasil belajar.

Bagaimana cara melaksanakan pendekatan pembelajaran kooperatif?
Pendekatan pembelajaran kooperatif dilaksanakan oleh guru dengan teknik-teknik antara lain sebagai berikut:
1. Teknik Sebaran Prestasi (Student Teams-Achievement Division / STAD):
Siswa berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Tiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang, yang terdiri dari seorang berkemampuan rendah, seorang berkemampuan tinggi, dan sisanya berkemampuan sedang. Setelah semua kelompok selesai bekerja, guru memberi kunci jawaban soal dan meminta diminta memeriksa hasil kerja. Kemudian guru mengadakan ulangan/kuis.
2. Teknik Susun Gabung (Jigsaw):
Dalam kelompok, tiap-tiap siswa mempelajari satu bagian materi pelajaran dan kemudian menjelaskan bagian itu kepada semua anggota kelompok. Kemudian guru mengadakan ulangan/kuis.
3. Teknik Penyelidikan Berkelompok (Group Investigation):
Tiap-tiap kelompok mempelajari satu bagian materi pelajaran dan kemudian menjelaskan bagian itu kepada semua siswa di kelas.
4. Teknik Cari Pasangan:
Tiap siswa di kelas memperoleh 1 lembar kartu. Tiap kartu berisi 1 bagian materi pelajaran. Kemudian mereka harus mencari siswa-siswa pemegang kartu yang isinya berkaitan dengan isi kartunya. Para siswa yang isi kartunya berkaitan lalu berkelompok dan mendiskusikan keseluruhan materi.
5. Teknik Tukar Pasangan:
Siswa berkelompok mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja. Kemudian mereka berganti pasangan kelompok, dan mendiskusikan hasil kerja dari kelompok semula.


Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Pendekatan Pembelajaran KooperatifSocialTwist Tell-a-Friend

About Me

Assalamu'alikum, Wr. Wb.

Selamat datang pembaca semua, semoga dalam keadaan sehat semua.
Kenalkan nama saya sunny. Yups... sunny aja.

Dari dulu sampai sekarang, orang pasti membutuhkan pendidikan. Dulu waktu zaman penjajah, kata ayah saya ada sekolah, namanya SR (Sekolah Rakyat), sekarang berubah menjadi SD (Sekolah Dasar).

Untuk itu, disini saya akan mengulas pendidikan secara global. Baik mengenai sisi pembelajarannya sampai bagaimana dunia pendidikan itu sebenarnya.



Semoga apa yang saya posting/tulis di blog ini dapat memberikan wawasan, pencerahan dan referensi tersendiri bagi pembaca semua, Amiin.....

Wassalamu'alaikum, Wr. Wb.

Read the rest of this entry -→

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

About MeSocialTwist Tell-a-Friend